Minggu, 07 Juli 2013

Memacu Kreativitas Siswa Dalam Belajar

Oleh Drs. DEDI DJUNAEDI

JIKA diamati secara seksama, proses pembelajaran yang harus dikembangkan guru dalam Kurikulum 2004 atau lebih dikenal Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang mulai diterapkan serentak pada tahun ajaran 2004/2005, sala satu di antaranya menekankan pada upaya mengembangkan kreativitas siswa secara optimal.
Begitu pentingnya pengembangan kreativitas siswa dapat diamati dari bergesernya peran guru, yang semula seringkali mendominasi kelas kini harus lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil peran lebih aktif dan kreatif. Ini dilakukan dalam suasana yang menyenangkan (learning must be enjoy). Suasana belajar yang menyenangkan menyebabkan proses pembelajaran lebih efektif, karena bagaimanapun akan sulit membangun pemahaman yang baik pada para siswa, jika fisik dan psikisnya dalam keadaan tertekan.
Kreativitas siswa dimungkinkan tumbuh dan berkembang dengan baik, apabila lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sekolah, turut menunjang mereka dalam mengekspresikan kreativitasnya.
Hasil penelitian yang dilakukan Hans Jellen dari Universitas Utah, AS dan Klaus Urban dari Universitas Hannover, Jerman bulan Agustus 1987 terhadap anak-anak berusia 10 tahun (dengan sample 50 anak-anak di Jakarta) menunjukkan, tingkat kreativitas anak-anak Indonesia adalah yang terendah di antara anak-anak seusianya dari 8 negara lainnya. Berturut-turut dari skor tertinggi sampai terendah adalah Filipina, AS, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu dan Indonesia.
Hampir dapat dipastikan, semua materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, mulai taman kanak-kanak hingga jenjang pendidikan tinggi, menuntut kreativitas para siswanya. Kreativitas bukan hanya dalam lingkup pelajaran kesenian (seni rupa, seni musik, seni pahat) saja, tapi dalam pelajaran lainpun seringkali menuntut kreativitas yang tinggi.
Sebagaimana pendapat Roger B. Yepsen. Jr (1996), kreativitas merupakan kapasitas untuk membuat hal yang baru (creativity is the capacity for making something new). Atau menurut Mihaly Csikszentmihalyi (1996), orang yang kreatif adalah orang yang berfikir dan bertindak mengubah suatu ranah atau menetapkan suatu ranah baru (a create person is someone whose thoughts or actions change a domain, or establish a new domain).
Maka kemampuan memunculkan dan mengembangkan gagasan baru, ide baru sebagai pengembangan dari ide yang telah lahir sebelumnya, memecahkan masalah secara divergen (dari berbagai sudut pandang). Misalnya, pada pelajaran matematika dan IPA dan banyak lagi hal lainnya menuntut kreativitas dan partisipasi siswa secara aktif.
Hasil studi Jordan E. Ayan (1 997) menggambarkan, semasa bayi tingkat kreativitas umumnya masih tinggi, kemudian berkurang dan memudar justru pada saat anak-anak mulai bersekolah. Menurutnya, anak-anak dalam jumlah dua puluh hingga tiga puluhan (bahkan empat puluhan) duduk berderet, serta diharuskan tunduk dan patuh pada peraturan dan prosedur yang kaku yang justru membatasi keterampilan berfikir kreatif. Dalam belajar, anak-anak lebih banyak disuruh menghapal ketimbang mengeksplorasi, bertanya atau bereksperimen.
Demikian menapaki dunia pendidikan ke jenjang berikutnya pelan tapi pasti, wahana untuk berkembangnya kreativitas justru semakin sempit, kreativitas semakin terpasung. Jangan heran jika selepas menyelesaikan sekolahnya, mereka sukar beradaptasi pada dunia pekerjaan atau pada lingkup kehidupan kesehariannya karena miskinnya kreativitas yang dimiliki.
Tidak bisa disangkal, kehidupan di era globalisasi kini telah menyeret para siswa dan anak-anak kita umumnya yang hidup di perkotaan, oleh pemanjaan berbagai kebutuhan hidup yang serba instant. Mulai dari makanan, minuman, mainan anak, semua telah tersedia dan siap pakai.
Jika hal ini tidak disikapi dan diantisipasi sedini mungkin secara arif, tidak menutup kemungkinan akan menjadikan salah satu penyebab terhambatnya perkembangan kreativitas mereka. Ditambah dengan suasana sekolah yang sarat dengan berbagai bentuk intimidasi, menakut-nakuti, suasana kelas yang terkesan seperti sedang memenjara siswa, semakin lengkaplah hambatan bagi tumbuhnya kreativitas siswa.
Asumsi kita, setiap orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbeda. Yang diperlukan, bagaimana mengembangkan dan menghidupkan kreativitas tersebut. Di lingkungan sekolah perlu diupayakan suatu iklim belajar yang menunjang pendayagunaan kreativitas siswa, untuk itu guru-guru diharapkan (1). Bersikap terbuka terhadap minat dan gagasan apapun yang muncul dari siswa, bersikap terbuka bukan berarti selalu menerima tetapi menghargai gagasan tersebut. (2). Memberi waktu dan kesempatan yang luas untuk memikirkan dan mengembangkan gagasan tersebut. (3). Memberi sebanyak mungkin kesempatan kepada siswa untuk berperan serta dalam mengembil keputusan. (4). Menciptakan suasana hangat dan rasa aman bagi tumbuhnya kebebasan berfikir eksploratif (menyelidiki). (5). Menciptakan suasana saling menghargai dan saling menerima, baik antarsiswa maupun antarguru dan siswa. (6). Bersikaplah positif terhadap kegagalan siswa dan bantulah mereka agar bangkit dari kegagalannya tersebut.***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar