Oleh Drs. DEDI
DJUNAEDI
JIKA diamati secara
seksama, proses pembelajaran yang harus dikembangkan guru dalam Kurikulum 2004
atau lebih dikenal Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang mulai diterapkan
serentak pada tahun ajaran 2004/2005, sala satu di antaranya menekankan pada upaya
mengembangkan kreativitas siswa secara optimal.
Begitu pentingnya
pengembangan kreativitas siswa dapat diamati dari bergesernya peran guru, yang
semula seringkali mendominasi kelas kini harus lebih banyak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengambil peran lebih aktif dan kreatif. Ini
dilakukan dalam suasana yang menyenangkan (learning must be enjoy). Suasana
belajar yang menyenangkan menyebabkan proses pembelajaran lebih efektif, karena
bagaimanapun akan sulit membangun pemahaman yang baik pada para siswa, jika
fisik dan psikisnya dalam keadaan tertekan.
Kreativitas siswa
dimungkinkan tumbuh dan berkembang dengan baik, apabila lingkungan keluarga,
masyarakat, maupun lingkungan sekolah, turut menunjang mereka dalam
mengekspresikan kreativitasnya.
Hasil penelitian yang
dilakukan Hans Jellen dari Universitas Utah, AS dan Klaus Urban dari
Universitas Hannover, Jerman bulan Agustus 1987 terhadap anak-anak berusia 10
tahun (dengan sample 50 anak-anak di Jakarta) menunjukkan, tingkat kreativitas
anak-anak Indonesia adalah yang terendah di antara anak-anak seusianya dari 8
negara lainnya. Berturut-turut dari skor tertinggi sampai terendah adalah
Filipina, AS, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu dan Indonesia.
Hampir dapat
dipastikan, semua materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, mulai taman
kanak-kanak hingga jenjang pendidikan tinggi, menuntut kreativitas para
siswanya. Kreativitas bukan hanya dalam lingkup pelajaran kesenian (seni rupa,
seni musik, seni pahat) saja, tapi dalam pelajaran lainpun seringkali menuntut
kreativitas yang tinggi.
Sebagaimana pendapat
Roger B. Yepsen. Jr (1996), kreativitas merupakan kapasitas untuk membuat hal
yang baru (creativity is the capacity for making something new). Atau menurut
Mihaly Csikszentmihalyi (1996), orang yang kreatif adalah orang yang berfikir
dan bertindak mengubah suatu ranah atau menetapkan suatu ranah baru (a create
person is someone whose thoughts or actions change a domain, or establish a new
domain).
Maka kemampuan
memunculkan dan mengembangkan gagasan baru, ide baru sebagai pengembangan dari
ide yang telah lahir sebelumnya, memecahkan masalah secara divergen (dari
berbagai sudut pandang). Misalnya, pada pelajaran matematika dan IPA dan banyak
lagi hal lainnya menuntut kreativitas dan partisipasi siswa secara aktif.
Hasil studi Jordan E.
Ayan (1 997) menggambarkan, semasa bayi tingkat kreativitas umumnya masih
tinggi, kemudian berkurang dan memudar justru pada saat anak-anak mulai
bersekolah. Menurutnya, anak-anak dalam jumlah dua puluh hingga tiga puluhan
(bahkan empat puluhan) duduk berderet, serta diharuskan tunduk dan patuh pada
peraturan dan prosedur yang kaku yang justru membatasi keterampilan berfikir
kreatif. Dalam belajar, anak-anak lebih banyak disuruh menghapal ketimbang
mengeksplorasi, bertanya atau bereksperimen.
Demikian menapaki
dunia pendidikan ke jenjang berikutnya pelan tapi pasti, wahana untuk
berkembangnya kreativitas justru semakin sempit, kreativitas semakin terpasung.
Jangan heran jika selepas menyelesaikan sekolahnya, mereka sukar beradaptasi
pada dunia pekerjaan atau pada lingkup kehidupan kesehariannya karena miskinnya
kreativitas yang dimiliki.
Tidak bisa disangkal,
kehidupan di era globalisasi kini telah menyeret para siswa dan anak-anak kita
umumnya yang hidup di perkotaan, oleh pemanjaan berbagai kebutuhan hidup yang
serba instant. Mulai dari makanan, minuman, mainan anak, semua telah tersedia
dan siap pakai.
Jika hal ini tidak
disikapi dan diantisipasi sedini mungkin secara arif, tidak menutup kemungkinan
akan menjadikan salah satu penyebab terhambatnya perkembangan kreativitas
mereka. Ditambah dengan suasana sekolah yang sarat dengan berbagai bentuk
intimidasi, menakut-nakuti, suasana kelas yang terkesan seperti sedang
memenjara siswa, semakin lengkaplah hambatan bagi tumbuhnya kreativitas siswa.
Asumsi kita, setiap
orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbeda. Yang diperlukan,
bagaimana mengembangkan dan menghidupkan kreativitas tersebut. Di lingkungan
sekolah perlu diupayakan suatu iklim belajar yang menunjang pendayagunaan
kreativitas siswa, untuk itu guru-guru diharapkan (1). Bersikap terbuka
terhadap minat dan gagasan apapun yang muncul dari siswa, bersikap terbuka
bukan berarti selalu menerima tetapi menghargai gagasan tersebut. (2). Memberi
waktu dan kesempatan yang luas untuk memikirkan dan mengembangkan gagasan
tersebut. (3). Memberi sebanyak mungkin kesempatan kepada siswa untuk berperan
serta dalam mengembil keputusan. (4). Menciptakan suasana hangat dan rasa aman
bagi tumbuhnya kebebasan berfikir eksploratif (menyelidiki). (5). Menciptakan
suasana saling menghargai dan saling menerima, baik antarsiswa maupun antarguru
dan siswa. (6). Bersikaplah positif terhadap kegagalan siswa dan bantulah
mereka agar bangkit dari kegagalannya tersebut.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar